Apa yang terlintas dalam benak Anda jika mendengar kata Sakera?. Mungkin yang terlintas dalam benak anda adalah pulau Madura? Jawa Timur? baju dan celana hitam dipadukan kaos putih bergaris merah atau bapak-bapak dengan kumis, jenggot dan alis tebal?
Selama ini yang kita ketahui bahwa Sakera adalah sebuah kesenian khas Jawa Timur kan? Biasanya juga Sakera selalu identik dengan kesan garang khas Madura ditambah lagi dengan busana yang mereka kenakan juga senjata yang mereka bawa menambah kesan garang mereka. Pakaian serba hitam dengan kumis dan jenggot tebal membuat mereka terkesan gelap, apalagi celurit yang dipanggul di atas bahu kian menunjang penampilan sangar sang Sakera.
Selama ini yang kita ketahui bahwa Sakera adalah sebuah kesenian khas Jawa Timur kan? Biasanya juga Sakera selalu identik dengan kesan garang khas Madura ditambah lagi dengan busana yang mereka kenakan juga senjata yang mereka bawa menambah kesan garang mereka. Pakaian serba hitam dengan kumis dan jenggot tebal membuat mereka terkesan gelap, apalagi celurit yang dipanggul di atas bahu kian menunjang penampilan sangar sang Sakera.
Lalu bagaimana jika ada Sakera Ijo? Bukankah terdengar aneh sekaligus unik dalam waktu bersamaan. Sakera dan Ijo, dua kata yang saling bertolak belakang tapi tetap bisa bersandingan. Mau buktinya?
Let’s check it out!

Let’s check it out!

Apa itu Sakera Ijo?
SaJo/Sakera Ijo merupakan sebuah tradisi masyarakat lokal yang memiliki cita rasa tersendiri sebagai wujud kebersamaan sebagai wadah baru dalam mengekspresikan sekaligus mempertahankan seni budaya tradisional di Kabupaten Malang. Sakera Ijo didirikan oleh H. Ahmad Danial selaku pejabat DPRD Kabupaten Malang sekaligus pimpinan Sakera unik ini pada 11 November 2012. SaJo ini diketuai oleh H. Hamim Mustofa. Sakera Ijo asli ini berasal dari daerah Gondanglegi, Malang dan saat ini kesenian tersebut beranggotakan 60 orang yang terdiri dari para Remaja Masjid (R-MA) mulai dari setingkat SMP – Mahasiswa.
Tujuan dari dibentuknya kesenian ini dijelaskan oleh ketua Remaja Masjid besar Gondanglegi selaku Khaddamul Maasajid adalah sebagai penyampai pesan melalui seni budaya SaJo untuk menumbuhkan dan mencintai budaya lokal. SaJo bermarkas di Masjid Jami’ Gondanglegi. Para members SaJo biasa berlatih di MA Muallimin Gondanglegi dan dilatih oleh Bapak Khoirul Anam yang juga selaku sekertaris kesenian ini.. Nama SaJo diambil sebagai cerminan remaja yang agamis. Jika dijabarkan secara jelas mungkin detilenya akan menjadi seperti ini; Sakera sebagai sebuah identitas jawara tanah Madura dan simbol keperkasaan dipadukan dengan warna hijau yang mencerminkan agamis karena warna hijau merupakan warna kebanggaan Nahdlatul Ulama (NU) membuat SaJo menjadi terobosan kesenian terbaru yang unik dan fenomenal. Mungkin kesan garang dari Sakera sedikit memudar dengan adanya nama Ijo. Dengan demikian kita bisa menyimpulkan bahwa ada jenis Sakera yang tidak menampilkan kesan gelap dan garang. Ada Sakera Ijo yang mencerminkan Keperkasaan generasi muda yang agamis. So.... kalian tidak perlu lagi merasa takut dengan Sakera? Ok?
Para anggota SaJo mengkolaborasikan seni pencak silat diiringi dengan alunan musim modern tanpa meninggalkan karakter aslinya. Sesuai dengan mottonya “Melangkah pasti merangkai Ukhuwah Islamiah”, SaJo menjadi Sakera dengan ikon agamis. Indikator utama yang mempelopori terbentuknya SaJo ini adalah keinginan untuk menghasilkan sebuah karya yang tidak banyak mengeluarkan budged, katakan murah meriah tapi tetap bisa berjalan menembus batas waktu. Dari hal inilah SaJo terbentuk. Karena Sakera merupakan sebuah identitas yang tetap dipertahankan keberadaannya sedangkan Ijo sebagai simbol atau lambang. Keduanya bukan hanya sebagai sebuah identitas dan simbol tetapi lebih untuk representasi dari sebuah identitas. Yang bernilai sebagai penjelmaan dari karakter masyarakat Madura yang tegas, menjunjung tinggi harga diri, jantan dan tentu saja agamis. (nih/kim)
berfoto bersama seluruh anggota SaJo |
SaJo in ACTION! |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar