Minggu, 30 Agustus 2015

Pojok Para Filsuf di Kepanjen

Berita dari PLATO

Berbicara tentang “Filsafat”, pasti otak kita/mindset kita akan berlari jauh menerkam alam bawah sadar kita menganggap bahwa ia adalah bidang ilmu yang berbahaya, rumit, dan tak baik untuk dikonsumsi oleh otak. Okelah, kita hargai persepsi itu. namun, dalam konteks yang lebih sederhana ayolah kita coba berkenalan dengan Filsafat? Siapa takut?, tak kenal maka tak sayang, maka sebenarnya tak heran jika sebgaian orang menganggap filsafat adalah bidang ilmu yang menakutkan, dan menjadi momok terutama bagi orang-orang yang terlalu berhati-hati memilah dan memilih ilmu yang akan dipelajarinya.

Paragraf diatas mengantarkan kita pada sebuah gubuk kecil di kota kepanjen, ia dinamai STF Al-Farabi, satu dari tiga sekolah tinggi filsafat yang ada di Indonesia, yang mana pendirinya sendiri adalah alumnus STF Driyarkara JAKARTA. Ok, mungkin anda sangat tidak akrab dengan kata filsafat khususnya pada STF Al-Farabi sendiri yang berkedudukan di Jln. HM SUN’AN no7b Kepanjen Malang. Maka, mari kita coba sekilas mlirik ada apa saja di Gubuk filsafat itu?

Masuk didalamnya kita akan menemukan banyak buku berserakan namun tertata rapi di sisi-sisi tembok gubuk tersebut, beberapa makalah yang cukup berantakan seperti baru usai di diskusikan, dengan perpustakaan mini penuh buku-buku filsafat dan juga yang urgen orang-orang “aneh” yang tak pernah lelah membaca, membaca, dan membaca, disela-sela waktu mereka berdiskusi, berdebat dengan damai dan cerdas, hampir tak ada waktu bagi pengguna gubuk ini bersantai ria, bercanda sekedarnya bercanda yang cerdas.

Itulah sekelumit gambaran gubuk filsafat yang lima bulan lalu penulis datangi, hingga akhirnya kini penulis bernaung disana untuk berkenalan lebih dekat dengan filsafat. Lagi, yang juga cukup miris di sini adalah meski berlokasi di kab. Malang, hampir seluruh mahasiswa STF adalah warga luar Malang, mereka ada yang datang (paling dekat) dari kota Kediri, bondowoso, jawa barat, Pontianak, Lombok, Madura, dll. Lalu kemana orang-orang/muda-mudi malang sendiri? Kok mau ilmunya diambil oleh orang-orang ini?

Itulah kesan pertama penulis saat di minggu-minggu pertama tinggal bersama para filsuf-filsuf muda dari seluruh penjuru tanah air ini. Dan untuk digaris bawahi, tulisan ini adalah kabar baik untuk mereka yang haus akan ilmu pengetahuan dan mereka yang masih mau untuk terus berlari jauh meninggalkan kebodohanya.

Apa anda merasa aneh dengan tulisan ini? Maka semakin bingung anada semakin fahamlah anda? Karena awal anda menuju kebenaran yang sesungguhnya diawali dengan kebingungan anda, termasuk ketika membaca pengantar perkenalan ini, sebuah kabar berita tentang gubuk “istimewa” yang bahkan tak begitu dikenal oleh penduduknya sendiri,  yang kemudian ku kenal dengan Sekolah Tingi Filsafat (STF) Al-Farabi Kepanjen Malang, asuhan KH. Adz.

By: “Platonis”
monggo mapir di...  blog penulis
Berminat kenal lebih jauh dengan STF? Klik http://stf-alfarabi.blogspot.com/

"Fisuf-filsuf Muda"

Sakera IJO Gondanglegi

Apa yang terlintas dalam benak Anda jika mendengar kata Sakera?. Mungkin yang terlintas dalam benak anda adalah pulau Madura? Jawa Timur? baju dan celana hitam dipadukan kaos putih bergaris merah atau bapak-bapak dengan kumis, jenggot dan alis tebal?

Selama ini yang kita ketahui bahwa Sakera adalah sebuah kesenian khas Jawa Timur kan? Biasanya juga Sakera selalu identik dengan kesan garang khas Madura ditambah lagi dengan busana yang mereka kenakan juga senjata yang mereka bawa menambah kesan garang mereka. Pakaian serba hitam dengan kumis dan jenggot tebal membuat mereka terkesan gelap, apalagi celurit yang dipanggul di atas bahu kian menunjang penampilan sangar sang Sakera.

Lalu bagaimana jika ada Sakera Ijo? Bukankah terdengar aneh sekaligus unik dalam waktu bersamaan. Sakera dan Ijo, dua kata yang saling bertolak belakang tapi tetap bisa bersandingan. Mau buktinya?

Let’s check it out!





Apa itu Sakera Ijo? 

SaJo/Sakera Ijo merupakan sebuah tradisi masyarakat lokal yang memiliki cita rasa tersendiri sebagai wujud kebersamaan sebagai wadah baru dalam mengekspresikan sekaligus mempertahankan seni budaya tradisional di Kabupaten Malang. Sakera Ijo didirikan oleh H. Ahmad Danial selaku pejabat DPRD Kabupaten Malang sekaligus pimpinan Sakera unik ini pada 11 November 2012. SaJo ini diketuai oleh H. Hamim Mustofa. Sakera Ijo asli ini berasal dari daerah Gondanglegi, Malang dan saat ini kesenian tersebut beranggotakan 60 orang yang terdiri dari para Remaja Masjid (R-MA) mulai dari setingkat SMP – Mahasiswa. 

Tujuan dari dibentuknya kesenian ini dijelaskan oleh ketua Remaja Masjid besar Gondanglegi selaku Khaddamul Maasajid adalah sebagai penyampai pesan melalui seni budaya SaJo untuk menumbuhkan dan mencintai budaya lokal. SaJo bermarkas di Masjid Jami’ Gondanglegi. Para members SaJo biasa berlatih di MA Muallimin Gondanglegi dan dilatih oleh Bapak Khoirul Anam yang juga selaku sekertaris kesenian ini.. Nama SaJo diambil sebagai cerminan remaja yang agamis. Jika dijabarkan secara jelas mungkin detilenya akan menjadi seperti ini; Sakera sebagai sebuah identitas jawara tanah Madura dan simbol keperkasaan dipadukan dengan warna hijau yang mencerminkan agamis karena warna hijau merupakan warna kebanggaan Nahdlatul Ulama (NU) membuat SaJo menjadi terobosan kesenian terbaru yang unik dan fenomenal. Mungkin kesan garang dari Sakera sedikit memudar dengan adanya nama Ijo. Dengan demikian kita bisa menyimpulkan bahwa ada jenis Sakera yang tidak menampilkan kesan gelap dan garang. Ada Sakera Ijo yang mencerminkan Keperkasaan generasi muda yang agamis. So.... kalian tidak perlu lagi merasa takut dengan Sakera? Ok?

Para anggota SaJo mengkolaborasikan seni pencak silat diiringi dengan alunan musim modern tanpa meninggalkan karakter aslinya. Sesuai dengan mottonya “Melangkah pasti merangkai Ukhuwah Islamiah”, SaJo menjadi Sakera dengan ikon agamis. Indikator utama yang mempelopori terbentuknya SaJo ini adalah keinginan untuk menghasilkan sebuah karya yang tidak banyak mengeluarkan budged, katakan murah meriah tapi tetap bisa berjalan menembus batas waktu. Dari hal inilah SaJo terbentuk. Karena Sakera merupakan sebuah identitas yang tetap dipertahankan keberadaannya sedangkan Ijo sebagai simbol atau lambang. Keduanya bukan hanya sebagai sebuah identitas dan simbol tetapi lebih untuk representasi dari sebuah identitas. Yang bernilai sebagai penjelmaan dari karakter masyarakat Madura yang tegas, menjunjung tinggi harga diri, jantan dan tentu saja agamis. (nih/kim)

berfoto bersama seluruh anggota SaJo



SaJo in ACTION!

Jajanan "Tempoe Doeloe"

  
Saat mendengar kata jajanan “tempoe doeloe” kita pasti akan teringat akan jajanan yang kita makan saat kita masih kecil dan kita akan teringat kenangan masa lalu yang menyenangkan. Akan tetapi saat ini pun sudah jarang sekali kita temukan orang yang  berjualan jajanan ini, namun kabar baiknya di gondanglegi kab. Malang kita dapat menemukan kios yang menjual berbagai macam jajanan tradisional ini, tepatnya di jalan diponegoro-gondanglegi.

Usaha yang dijalankan turun temurun ini ternyata masih mempunyai banyak pelanggan setia. Dan saat ini usaha tersebut dijalankan oleh Siska Ardila yang meneruskan usaha ibunya, meskipun kebanyakan anak muda sekarang lebih memilih usaha kue modern, tetapi ia lebih memilih untuk meneruskan usaha turun temurunnya ini, karena ia ingin melestarikan jajanan tradisional agar tidak punah di makan zaman.

Siska yang mewarisi bakat memasak dari ibunya pun mulai merintis usaha ini beberapa tahun silam dengan harapan kue-kue tradisional akan tetap eksis dan bisa dinikmati secara turun-temurun dari generasi ke kegenerasi . dan tuturnya lagi, keunggulan dari jajanan tradisional adalah bahan bahannya masih alami, plus menyehatkan karena tidak mempunyai efek samping, tanpa bahan kimia.

Kios jajanan Siska ini laris diserbu pelanggan pada malam jum’at legi, biasanya jajanan buatan siska digunakan masyarakat untuk acara selamatan warga, dan juga tambahnya jajajnanya makin ramai ketika bulan puasa tiba, biasa di pakai pelangganya untuk santapan  takjil ramadhan.

Menutup pembicaraan, Kedepan siska  Ingin mengembangkan  usaha dengan memperbanyak variasi, memperluas usaha , membuka kios baru. Semoga sukses mbak siska! (ham/kim)

   

Modal Palu Bapak ini Raih Keuntungan Puluhan Juta!


Memulai bisnisnya lima belas tahun silam, kini usaha kerajianan tangan produksi alat-alat Drumband Bapak Sugondo berbuah manis, bagaimana tidak? Jika pesanan sedang ramai setiap bulanya Bapak Sugondo dapat meraup keuntungan bersih hingga puluhan juta rupiah. Makin tertarik? Ok kita lanjut….

Flashback dlu y? sebelum memulai bisnis ini Bapak Sugondo mengabdikan dirinya sebagai seorang guru sekolah dasar hingga akhirnya beliau memenuhi panggilan jiwanya untuk berwira usaha dengan bekal seni yang sudah mengakar dalam diri dan jiwanya. Kenang beliau saat memulai usaha ini hanyalah dengan sebuah palu usang dan potongan besi bekas rel kereta api, pada saat itu beliau memulai usahanya di Gondanglegi seorang diri.

Berbekal tekad yang kuat dan percaya akan jiwa seni dalam dirinya bapak sugondo, sosok polos, ramah, dan low profile ini menelateni bisnis yang digagasnya dengan penuh ketulusan, dan perlahan tapi pasti usahanya kian menanjak, hingga kini wilayah Kab. Malang pasti sudah mengenal namanya, hingga menembus wilayah Blitar, Tulungagung, Gresik, bahkan beberapa kali beliau juga mendpat order dari beberapa wilayah di Kalimantan dan juga Papua. Lagi, beliau pernah dalam sehari didatangi 25 tamu yang silih ganti berdatangan memesan buah karyanya, yaitu alat-alat perkusi drumband, mulai dari bass drum, senar drum, trampolin, dll.

Yang cukup menarik lagi adalah order sebanyak itu beliau tangani sendiri hanya dengan satu orang pegawai tetapnya, ketika ditanya apoakah beliau keberatan? Dengan santai beliau menjawab;

“justru dengan begini saya bisa menjaga kwalitas barang saya, dulu pernah punya banyak pegawai, tapi mereka nakal, kerja juga asal-asalan”

Untuk pesanan satu unit perkusi sendiri biasanya modal yang beliau butuhkan kisaran lima juta rupiah, dan dapat beliau selesaikan hanya dalam kurun waktu satu minggu saja bersama satu pegawai tetapnya, dan kemudian beliau bandrol hasil keryanya tersebut dalam kisaran 15 juta rupiah. Cetar banget bukan? Belum lagi jika pesanan datang dari luar provinsi/luar pulau, biasanya beliau membandrol karya masterpisnya kisaran 20-25 juta rupiah dengan modal yang sama. Gila bener…..

Kalau makin penasaran dengan usaha bapak sugondo ini, atau anda tertarik untuk memesan bisa menghubungi nomor pribadi beliau di 085 101 300 210, atau datang langsung di kediaman beliau di Jln. Trunojoyo, dusun Krajan, Desa Kedung pedaringan Kepanjen Mlang (sebelah timur Stadion Kanjuruhan Kab. Malang), atau bisa juga datang di Kios beliau di komplek pertokoan stadion kanjuruan (sbelah barat). Ok? Sekian semoga bermanfaat… (bus/kim)

koleksi foto klik di sini

Empu Sendok ada di Turen - Malang

 
Prasasti Turriyan atau yang lebih di kenal Prasasti “Watu Godek” adalah salah satu situs sejarah di wilayah Malang Selatan yang luput dari sorotan media, tak banyak keterangan yang dapat kita peroleh mengenai situs sejarah ini kecuali dengan mendengar papran langsung dari juru kunci prasasti ini. 

Berikut adalah bebrapa informasi yang telah dihimpun tim reporter KIM DKV MASKHA beberapa waktu yang lalu, tepat setelah milad republik Indonesia yang ke-70.

Prasasti Turriyan/Watu Godek ini merupakan peninggalan dari Raja Empu Sendok yang pada masa pemerintahanya dahulu ia mengintruksikan untuk membangun sebuah bangunan/tempat ibadah di sebelah barat desa turriyan (sekarang Turen), atas perintah tersebut maka dibangunlah sebuah tempat ibadah suci dengan modal satu kati plus tiga suwarna emas. Salah satu alasan pemberian nama “watu godek” sendiri adalah begitu sulitnya jika kita kita ingin membaca tulisan aksara jawa di batu/prasasti tersebut, sehingga kita hanya bisa godek-godek (menggeleng-gelengkan) kepala ketika membacanya. Versi yang lain adalah karena di dekat batu tersebut terdapat batu lingga dan yoni, yang mana jika batu lingga dimasukkan pada batu yoni maka batu yoni tersebut bisa bergerak/godek-godek. 

Prasasti yang dibuat pada Tahun 24 Juli 929 M, bertepatan dengan tahun 851 saka ini dilestarikan oleh masyarakat sekitar secara turun-temurun, beberapa nama yang sempat narasumber tuturkan yang pernah menjadi penjaga prasasti ini adalah Mbah Kaji Rujak Beling, Mbah Jalal, Pak Junaidi, dan Narasumber sendiri yairu Ibu Nia yang melanjutkan perjuangan kakek dan suaminya untuk melestarikan cagar budaya ini. 

Sekitar tahun 2007 prasasti ini mulai mendapat perhatian serius dari pihak pemerintah, pada saat itu sang penjaga prasasti ini (suami dari bu Nia) mendapat apreiasi/penghargaan dari Dinas Pelestarian Cagar Budaya Trowulan Kab. Mojokerto. Dan memang, meski ada di wilayah Kab. Malang akan tetapi pusat dari cagar ini mempunyai garis keturunan dengan beberapa prasasti di Mojokerto, bahkan beberapa kali prasasti ini akan dipindahkan ke sana tapi berkali-kali gagal seakan batu prasasti ini masih ingin terus singgah di tempat awal ia dibangun.

Masyarakat sekitar sendiri juga memberikan penghormatan yang lebih pada prasasti ini, dan yang paling nampak ialah pada setiap acara hajatan entah itu acara pribadi atau kampung mereka selalu menyempatkan waktunya untuk berdo’a bersama di area prasasti watu godek ini untuk meminta berkah dengan wasilah kekeramatan batu prasasti ini. 

Tertarik dan ingin tahu lebih dekat? Anda bisa kunjungi Prasasti Turriyan/Watu Godek ini di: 
Jln. Empu Sindok Rt.2/Rw.1 Desa Tanggung Kec Turen Kab. Malang dengn Nomor Telefon (Juru Kunci) 081 241 464 444 (Bu Nia).(lin/kim) Koleksi foto tentang watu godek klik di sini

With Pelestari Jajanan Tradisional


With Penjaga Makam Mbah Sogol Gondanglegi


Wisata Religi "Mbah Sogol" Gondanglegi

 “Keponakan Pangeran Diponegoro ada di Gondanglegi?”

Kabupaten Malang memang kaya akan sejuta pesona wisata yang dimilikinya, akan tetapi destinasi wisata di Kabupaten Malang khususnya yang beraroma religi masih sangat minim. Sebagai wilayah yang didominasi oleh umat muslim sudah sepantasnya Kabupaten Malang mulai melirik potensi-potensi wisata religi yang dimilikinya, hingga wisatawan domestik/luar negri bukan hanya sekedar “hura-hura” berwisata di Kabupaten Malang akan tetapi juga membawa nilai-nilai luhur budaya dan agama.
 
Nampaknya itulah yang mulai di lakukan oleh pengurus Makam Mbah Sogol Gondanglegi – Malang. Mbah Sogol sendiri memiliki beberapa nama lain layaknya beberapa tokoh nusantara yang memiliki banyak nama, yang tentunya setiap pemberian nama tersebut menurut banyak versi dengan sejarahnya masing-masing. Ada yang menyebutnya Raden Sudro, Mbah Jalmono, atau juga Mbah Abdul Manaf, akan tetapi masyarakat gondanglegi sendiri lebih mengenalnya dengan sebutan Mbah Sogol, disebut Mbah Sogol karena dahulu kala mbah sogol ini memiliki cara memasak yang berbeda dengan pada umumnya, yaitu dengan menggunakan bambu deng teknik yang tidak lazim/tidak sebagai mana mestinya.

Mbah Sogol adalah salah satu pejuang kemerdekaan yang luput dari tulisan sejarah yang mana mbah sogol sendiri masih memiliki garis keturunan dengan Pangeran Diponegoro, alkisah dahulu kala sekitar 4000 tentara Indonesia disembunyikan di beberapa tempat di Malang Selatan dalam rangka menyelamatkan diri dari serangan kolonial belanda, mulai dari Dampit, Gondanglegi, Banjarejo, dll. Mbah sogol sendiri termasuk diantara 4000 tentara tersebut yang kemudian tertangkap oleh kolonial. Mbah sogol wafat pada tahun 1919 dan dimakamkan di Gondanglegi Kabupaten Malang.

Saat ini makamnya dalam proses pembangunan dan tentunya besar harapan pengurus makam Mbah Sogol agar pemerintah kian peduli dengan situs-situs sejarah di Kabupaten Malang agar tidak kian tersisih dan hilang seiring pesatnya kemajuan teknologi dan derasnya Arus Globalisasi (aris/kim).

Alamat Makam Mbah Sogol: Jl. Raya Hayam Wuruk Gondanglegi-Malang (Utara Taman Makam Pahlawan Kec. Gondanglegi)

Program Kerja (September-November 2015)

  • Minggu ke-1,2,3,4 Bulan September 2015 
          -M1: Wisata Religi “Makam Mbah Sentono Agung”
                   Urek-urek Gondanglegi
          -M2: Industri Sangkar Burung “Murcoyo 1” Gonfanglegi
          -M3: TBM & Training Blue Arsy Gondanglegi
          -M4: Sate “Ilir” Pojok Pecah-belah Gondanglegi

  • Minggu ke-1,2,3,4 Bulan Oktober 2015
          -M1:  UD. Sepatu Kembar Gondanglegi
          -M2:  Kesenian Sakera “Karangasem” Gondanglegi
          -M3:  Sambang “Patriot Pemuda” Jeru Turen
          -M4: “Kampung Beton” Padi – Talangsuko Turen
                    + Industri Ekspor Keramik “Cak Juned”
                       Padi – Talangsuko Turen


  • Minggu ke-1,2,3,4 Bulan November 2015
          -M1: “Bata Emas” Jeru Turen
          -M2: “Industri Atap Laangit” Urek-urek Gondanglegi
          -M3: Pengrajin Tempe Special “Pak Umar” Jeru Turen
          -M4: Telur Ayam Ajaib Jeru Turen

Publisher (design/editing blog)




Ahmad Busthomi Amin
Malang, 28 Mei 1995
Jl. Al-Ihsan Rt.10/03 Ds. Jeru Kec. Turen
Mahasiswa (STIT IBNU SINA MALANG)
0857 5531 4757
“Cogito Ergo Sum” (Aku Berfikir Maka Aku Ada – Rene Descartes)

Staf Publisher




Zaenal Arifin
Malang, 21 Maret 1997
Jl. Al-Ihsan Rt.10/03 Ds. Jeru Kec. Turen
Mahasiswa (UM)
0858 5462 2609
“Kun Pariyan Wala Takun Pakisan”

Reporter II




Hamimatur Rofi’ah
Malang, 12 Februari 1999
Dsn. Sumber Butuh Ds. Baliarjo Kec. Pagelaran
Pelajar
0857 1568 6787
“Easy of Life”

Reporter I


Ullin Nihaya
Malang, 13 Mei 1998
Jl. Ali Basah Sentot (Pasar Kidul) Gondanglegi Malang
Pelajar
0896 8295 3234
“Hidup itu dibawa senyum aja!”

Staf Reporter (Data Editing)




Linda Alifiya
Malang, 11 Mei 1998
Dsn. Krajan Ds. Karangsuko Kec. Pagelaran
Pelajar
0857 5552 7047
“Yang terbiasa bisa mengalahkan yang teristimewa”